Pages

Tuesday, April 16, 2013

RPP Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst

karena saya masih newbie tweebe chibiee, saya belum ada mood untuk menulis. Jadi saya mau posting tulisan saja yang sumbernya tidak perlu saya sebutkan.
Berikut saya posting RPP kawasan Karst yang ada di KEMENKUMHAM.


RANCANGAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR     TAHUN      
TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM KARST

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang     :  bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11, Pasal 21 ayat (3) huruf g dan ayat (5),  Pasal 56, Pasal 57 ayat (5), Pasal 75, serta Pasal 83 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst;

Mengingat       :   1.  Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
                            2.  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan   :   PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM KARST.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1  
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.       Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi ekosistem karst dan mencegah terjadinya perusakan ekosistem karst yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
2.       Karst adalah bentang alam di bawah permukaan dan di permukaan tanah yang secara khas berkembang pada batuan karbonat sebagai akibat proses pelarutan air.
3.       Batuan karbonat adalah batuan yang mengandung lebih dari 50% mineral karbonat.
4.       Ekosistem karst adalah tatanan karst dengan semua benda, daya, keadaaan, dan makhluk hidup yang merupakan satu kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
5.       Kawasan ekosistem karst adalah wilayah ekosistem karst yang memiliki fungsi lindung dan budidaya.
6.       Kawasan lindung ekosistem karst adalah wilayah ekosistem karst yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup.
7.       Kawasan budidaya ekosistem karst adalah wilayah ekosistem karst yang berpotensi untuk dimanfaatkan yang letaknya di luar kawasan lindung ekosistem karst.
8.       Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
9.       Menteri terkait adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penataan ruang, sumber daya air, kehutanan, pertanian, perkebunan, perikanan, transmigrasi, pemukiman, pariwisata, serta energi dan sumber daya mineral.
10.    Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan adalah orang atau badan hukum  yang bertanggung jawab atas suatu usaha dan/atau kegiatan.


Pasal 2  
(1)      Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi perlindungan dan pengelolaan pada ekosistem:
a.  tanah;
b.  terumbu karang;
c.   mangrove;
d.  padang lamun;
e.   gambut;
f.    karst; dan/atau
g.   ekosistem lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
(2)      Dalam Peraturan Pemerintah ini hanya mengatur mengenai perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst.
(3)      Ketentuan mengenai perlindungan dan pengelolaan ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, dan huruf g diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri.


Pasal 3  
Perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) meliputi:
a.     perencanaan;
b.     pemanfaatan;
c.     pengendalian;
d.     pemeliharaan; dan
e.     pengawasan dan penegakan hukum.





BAB II
PERENCANAAN

Pasal 4  
Perencanaan perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst dilakukan melalui tahapan:
a.     inventarisasi kawasan ekosistem karst;
b.     penetapan kawasan ekosistem karst; dan
c.     penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst.


Pasal 5  
(1)      Inventarisasi kawasan ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi komponen:
a.       kawasan batuan karbonat;
b.       karakteristik karst bawah permukaan;
c.        karakteristik karst permukaan;
(2)      Inventarisasi karakteristik karst bawah permukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a.       goa;
b.       sungai bawah permukaan;
c.        mata air;
d.       biota bawah permukaan;
(3)     Inventarisasi karakteristik karst permukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a.       cekungan tertutup;
b.       bukit karst;
c.        lembah karst;
d.       karen/lapies;
e.       ponor;
f.         danau/telaga;
g.       sungai permukaan di dalam kawasan batuan karbonat;
h.       sungai permukaan di luar kawasan batuan karbonat yang merupakan bagian jaringan sungai bawah permukaan;
i.         biota permukaan.


Pasal 6  
(1)      Inventarisasi batuan karbonat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.
(2)      Inventarisasi kawasan ekosistem karst bawah permukaan dan permukaan  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c dilakukan oleh:
a.       Menteri untuk skala nasional;
b.       gubernur untuk skala provinsi;
c.        bupati/walikota untuk skala kabupaten/kota.


Pasal 7  
(1)      Inventarisasi kawasan ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c dilakukan untuk memperoleh data dan informasi mengenai lokasi, keberadaan, sebaran, dan luasan kawasan ekosistem karst.
(2)      Kawasan ekosistem karst sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggambarkan:
a.       Kawasan ekosistem karst skala nasional;
b.       Kawasan ekosistem karst skala provinsi; dan
c.        Kawasan ekosistem karst skala kabupaten/kota.
(3)      Data dan informasi:
a.   sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disajikan dalam bentuk peta kawasan ekosistem karst dengan skala 1:250.000.
b.   sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disajikan dalam bentuk peta kawasan ekosistem karst dengan skala 1:100.000
c.    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c disajikan dalam bentuk peta kawasan ekosistem karst dengan skala 1:50.000


Pasal 8  
(1)      Menteri menetapkan kawasan ekosistem karst berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(2)      Kawasan ekosistem karst sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki fungsi:
a.   lindung; dan
b.   budidaya
(3)      Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a ditetapkan berdasarkan fungsi perlindungan:
a.       biota bawah permukaan dan permukaan;
b.       sungai bawah permukaan;
c.        mata air dan danau/telaga;
d.       keunikan bentang alam; dan/atau
e.       cagar budaya.
(4)      Fungsi perlindungan biota bawah permukaan dan permukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dengan kriteria yang berupa spesies dan habitat spesies:
a.       endemik;
b.       langka; dan/atau
c.        memiliki peran penting dalam ekosistem karst.
(5)      Fungsi perlindungan sungai bawah permukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dengan kriteria yang berupa:
a.       cekungan tertutup yang dibagian permukaan terdapat ponor atau dibagian bawahnya terdapat sungai bawah permukaan;
b.       lembah karst yang terhubung atau dibawahnya terdapat sungai bawah permukaan;
c.        bukit karst yang menjadi satu kesatuan dengan cekungan tertutup yang dibawahnya terdapat sungai bawah permukaan.
(6)      Fungsi perlindungan mata air dan danau/telaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c sesuai dengan kriteria perlindungan setempat.
(7)      Fungsi perlindungan keunikan bentang alam sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d dengan kriteria yang berupa:
a.       bukit karst;
b.       lembah karst;
c.        karen/lapies;
d.       goa dan speleotem;
e.       ponor;
f.         ceruk/cliff;
g.       pantai pasang surut karst/ba’a;
h.       mata air bawah permukaan laut;
i.         pulau-pulau karst.
(8)      Fungsi perlindungan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d dengan kriteria yang berupa:
a.       situs arkeologi, situs paleontologi dan peninggalan sejarah;
b.       nilai ilmiah, sosial, budaya, agama, kepercayaan dan legenda.
(9)      Kawasan ekosistem karst ditetapkan sebagai kawasan budidaya ekosistem karst apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 9  
(1)      Fungsi kawasan ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) ditetapkan oleh:
a.       Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait untuk kawasan ekosistem karst lintas provinsi;
b.       gubernur setelah berkonsultasi dengan Menteri untuk kawasan ekosistem karst yang keberadaannya lintas kabupaten/kota; dan
c.        bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan gubernur untuk kawasan ekosistem karst yang keberadaannya di dalam satu wilayah kabupaten/kota.
(2)      Kawasan ekosistem karst yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disajikan dalam bentuk peta dengan skala paling kecil 1:30.000.


Pasal 10           
Kawasan ekosistem karst yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 digunakan sebagai bahan dalam penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah beserta rencana rincinya.


Pasal 11           
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan inventarisasi dan penetapan kawasan ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 10 diatur dengan Peraturan Menteri.




Pasal 12           
(1)      Penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c dilakukan untuk menyusun:
a.       rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst nasional;
b.       rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst provinsi; dan
c.        rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst kabupaten/kota.
(2)      Rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun berdasarkan inventarisasi kawasan ekosistem karst nasional.
(3)      Rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun berdasarkan:
a.     rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst nasional;
b.     inventarisasi kawasan ekosistem karst provinsi.
(4)      Rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun berdasarkan:
a.     rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst provinsi
b.     inventarisasi kawasan ekosistem karst kabupaten/kota.


Pasal 13           
(1)      Rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a disusun oleh Menteri.
(2)      Rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b disusun oleh gubernur.
(3)      Rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c disusun oleh bupati/walikota.


Pasal 14           
Dalam hal rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst nasional yang disusun oleh Menteri terdapat kewenangan menteri terkait, penyusunan dilakukan oleh Menteri dengan koordinasi menteri terkait.


Pasal 15           
(1)      Rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst paling sedikit memuat rencana:
a.       pemanfaatan dan/atau pencadangan ekosistem karst;
b.       pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi ekosistem karst;
c.        pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian ekosistem karst; dan
d.       adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
(2)      Rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan:
a.       keragaman karakter dan fungsi ekologis;
b.     sebaran penduduk;
c.      sebaran potensi sumber daya alam;
d.     kearifan lokal;
e.       aspirasi masyarakat; dan
f.         perubahan iklim.


Pasal 16           
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 15 diatur dengan Peraturan Menteri dengan koordinasi menteri terkait.


BAB III
PEMANFAATAN

Pasal 17           
(1)      Pemanfaatan ekosistem karst dilakukan berdasarkan rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst.
(2)      Dalam hal rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersusun, pemanfaatan ekosistem karst menggunakan penetapan daya dukung dan daya tampung ekosistem karst dengan memperhatikan:
a.       keberlanjutan proses dan fungsi ekosistem karst;
b.       keberlanjutan produktivitas ekosistem karst; dan
c.        keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.
(3)    Penetapan daya dukung dan daya tampung ekosistem karst sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh:
a.       Menteri untuk daya dukung dan daya tampung ekosistem karst nasional dan pulau/kepulauan;
b.     Gubernur untuk daya dukung dan daya tampung ekosistem karst provinsi; atau
c.      Bupati/walikota untuk daya dukung dan daya tampung ekosistem karst kabupaten/kota.
(4)      Dalam hal penetapan daya dukung dan daya tampung ekosistem karst belum dilaksanakan, pemanfaatan ekosistem karst harus mendapat izin Menteri.


Pasal 18           
(1)      Pemanfaatan ekosistem karst pada kawasan lindung dilakukan secara terbatas untuk kegiatan:
a.       penelitian;
b.       ilmu pengetahuan;
c.        pendidikan; dan/atau
d.       wisata terbatas.
(2)      Pemanfaatan ekosistem karst pada kawasan lindung yang berada di lahan masyarakat dapat dimanfaatkan untuk kegiatan kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, perikanan dan permukiman, sepanjang tidak menimbulkan pencemaran air dan kerusakan ekosistem karst.
(3)      Pada kawasan budidaya dapat dimanfaatkan untuk semua kegiatan.
(4)      Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.


BAB IV
PENGENDALIAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 19           
Pengendalian kerusakan ekosistem karst terdiri atas:
a.     pencegahan kerusakan ekosistem karst;
b.     penanggulangan kerusakan ekosistem karst; dan
c.     pemulihan kerusakan ekosistem karst.


Pasal 20           
(1)      Kriteria baku kerusakan ekosistem karst meliputi:
a.       ekosistem karst bawah permukaan; dan
b.       ekosistem karst permukaan.
(2)      Kriteria baku kerusakan ekosistem karst bawah permukaan meliputi:
a.       ornamen dan sedimen dalam ruangan gua yang rusak lebih besar dari sepuluh persen (>10%);
b.       mata air tidak mengalir sepanjang tahun atau kualiatas air tidak sesuai dengan baku mutu air minum;
c.        populasi biota berkurang lebih dari tiga puluh persen (>30%).
(3)      Kriteria baku kerusakan ekosistem karst permukaan meliputi:
a.       luasan tutupan vegetasi kurang dari sepuluh persen (<10%);
b.       luasan singkapan batuan karst kurang dari dua puluh persen (<20%);
c.        umur telaga berair kurang dari 3 (tiga) bulan;
d.       populasi biota berkurang lebih dari tiga puluh persen (>30%).
(4)      Kriteria baku kerusakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) menjadi dasar pemeliharaan kawasan lindung ekosistem karst dan pencegahan perusakan ekosistem karst di kawasan budidaya.


Pasal 21           
(1)      Setiap orang dilarang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang mengakibatkan kerusakan ekosistem karst.
(2)      Usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelanggaran kriteria baku kerusakan ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (2) dan ayat (3);


Pasal 22           
(1)      Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melanggar kriteria baku kerusakan ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3), selain dikenai sanksi pidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dikenai sanksi administratif.
(2)      Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a.       penghentian kegiatan yang menyebabkan pengurangan debit air;
b.       penghentian kegiatan yang menyebabkan tecemarnya air ;
c.        penghentian kegiatan pemanfaatan ekosistem karst yang menyebabkan pengurangan tutupan vegetasi;
d.       Penghentian kegiatan yang menyebabkan singkapan batuan karst;
e.       penghentian kegiatan yang menyebabkan hilangnya atau berkurangnya populasi biota;
f.         melakukan rehabilitasi akibat pengurangan luas dan/atau tingkat tutupan vegetasi;
g.       melakukan rehabilitasi pengurangan luas singkapan batuan karst;
h.       melakukan rehabilitasi akibat berkurangnya populasi biota;
i.         pencabutan izin lingkungan.


Bagian Kedua
Pencegahan Kerusakan Ekosistem Karst

Pasal 23           
(1)      Untuk mencegah kerusakan ekosistem karst, setiap orang yang akan memanfaaatkan ekosistem karst pada kawasan budidaya yang wajib Amdal atau UKL-UPL, wajib memperoleh izin lingkungan dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2)      Untuk menjamin lestarinya fungsi ekosistem karst, izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memuat persyaratan dan kewajiban berupa:
a.       izin perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst berupa pembuangan air limbah sesuai peraturan perundang-undangan;
b.       jumlah air yang dapat dimanfaatkan tidak mengganggu debit air di kawasan ekosistem karst;
c.        tata cara pemanfaatan ekosistem karst yang lestari;
d.       tata cara penanggulangan apabila terjadi perusakan ekosistem karst;
e.       menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi ekosistem karst.
(3)      Persyaratan dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan dampak yang ditimbulkan suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap kondisi ekosistem karst.
(4)      Tata cara pemanfaatan ekosistem karst yang lestari sesuai pedoman Menteri.




Pasal 24           
(1)      Selain persyaratan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib menyediakan dana penjaminan pemulihan lingkungan pada waktu mengajukan permohonan izin lingkungan.
(2)      Dana penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disimpan pada bank pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya, atas nama Menteri, gubernur, atau bupati/walikota.
(3)      Penyimpanan dana penjaminan pada bank pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilakukan paling lambat pada tanggal izin lingkungan diterbitkan.
(4)      Besarnya dana penjaminan ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
(5)      Pemberian izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang izin lingkungan.


Pasal 25           
Dalam hal pemegang izin lingkungan merupakan Kementerian, lembaga Pemerintah nonkementerian, dan instansi pemerintah provinsi atau kabupaten/kota, penyediaan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi ekosistem karst dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara dan/atau penanggulangan bencana.


Pasal 26           
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melaksanakan pemanfaatan ekosistem karst tanpa izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) dikenakan:
a.     sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b.     sanksi administratif berupa penghentian sementara seluruh kegiatan pemanfaatan ekosistem karst.


Pasal 27           
(1)      Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melanggar persyaratan dan kewajiban izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal  23 dan Pasal 24 untuk memanfaatkan ekosistem karst dikenakan sanksi administratif berupa:
a.       paksaan pemerintah;
b.       pembayaran denda lingkungan akibat perusakan ekosistem karst;
c.        pembekuan izin lingkungan; atau
d.       pencabutan izin lingkungan.


(2)   Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a.     penghentian sementara kegiatan menimbulkan kerusakan ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20;
b.     pemindahan sarana kegiatan pemanfaatan ekosistem karst;
c.     pembongkaran saluran drainase yang merusak ekosistem karst;
d.     penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi merusak ekosistem karst; dan/atau
e.     penghentian sementara seluruh kegiatan pemanfaatan ekosistem karst.


Bagian Ketiga
Penanggulangan Kerusakan Ekosistem Karst

Pasal 28           
(1)      Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ekosistem karst yang menyebabkan kerusakan ekosistem karst di dalam atau di luar areal usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan penanggulangan sesuai kewajiban yang tercantum dalam izin lingkungan.
(2)      Penanggulangan kerusakan ekosistem karst sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui:
a.       Pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau perusakan  akibat kegiatan sebagaimanan dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3);
b.       pengisolasian pencemaran dan/atau perusakan akibat kegiatan sebagaiman dimaksud pada ayat (1);
c.        penghentian kegiatan pemanfaatan karst; dan/atau
d.       cara lain yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem karst.

Bagian Ketiga
Pemulihan

Pasal 29           
(1)      Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ekosistem karst yang menyebabkan kerusakan ekosistem karst di dalam atau di luar areal usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pemulihan sesuai kewajiban yang tercantum dalam izin lingkungan.
(2)      Pemulihan fungsi ekosistem karst di dalam dan di luar areal usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
(3)      Pemulihan fungsi ekosistem karst dilakukan dengan cara:
a.       rehabilitasi;
b.       restorasi; dan/atau
c.        cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
                               


Pasal 30           
(1)      Dalam hal penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melakukan penanggulangan kerusakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dalam jangka waktu paling lama 24 (duapuluh empat) jam sejak diketahuinya terjadi kerusakan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya menetapkan pihak ketiga untuk melakukan penanggulangan kerusakan ekosistem karst atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
(2)      Dalam hal penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melakukan pemulihan fungsi ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dalam jangka waktu paling lama 30 (tigapuluh) hari sejak diketahuinya terjadi kerusakan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi ekosistem karst atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.


Pasal 31           
(1)      Dalam hal penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melakukan penanggulangan dan pemulihan, biaya yang dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) diperhitungkan sebagai kerugian lingkungan.
(2)      Besaran kerugian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dengan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.


BAB V
PEMELIHARAAN

Pasal 32           
(1)      Pemeliharaan ekosistem karst dilakukan melalui upaya:
a.       konservasi ekosistem karst; dan/atau
b.       pencadangan ekosistem karst.
(2)      Konservasi ekosistem karst sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi kegiatan:
a.       pemanfaatan secara lestari ekosistem karst;
b.       perlindungan ekosistem karst; dan
c.        pengawetan ekosistem karst.
(3)      Pencadangan ekosistem karst sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan melalui penetapan kawasan ekosistem karst yang tidak dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu.
(4)      Pencadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi bagian dari rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst.



Pasal 33           
(1)      Pemanfaatan secara lestari ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf  a meliputi:
a.     pemanfaatan secara terbatas di kawasan lindung; dan
b.     pemanfaatan kawasan budidaya sesuai rencana.
(2)      Perlindungan ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf b dilakukan melalui pelaksanaan rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
(3)      Pengawetan ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf c dilakukan pada ekosistem karst di:
a.       kawasan lindung; dan
b.       pemanfaatan secara lestari sesuai pesyaratan dan kewajiban dalam izin lingungan.
(4)   Pengawetan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan cara tidak menggunakan area pengawetan untuk kegiatan budidaya.


BAB VI
PENGAWASAN

Pasal 34           
(1)     Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas:
a.       ketentuan mengenai perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, dan pemeliharaan ekosistem karst; dan
b.       persyaratan yang harus dipenuhi dan kewajiban yang tercantum dalam izin lingkungan.
(2)     Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional.

Pasal 35           
(1)     Pejabat pengawas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) berwenang:
a.       melakukan pemantauan;
b.       meminta keterangan;
c.        membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan;
d.       memasuki tempat tertentu;
e.       memotret;
f.         membuat rekaman audio visual;
g.       mengambil sampel;
h.       memeriksa peralatan;
i.         memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi; dan/atau
j.         menghentikan pelanggaran tertentu.

(2)     Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan hidup dapat melakukan koordinasi dengan pejabat penyidik pegawai negeri sipil.
(3)     Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang menghalangi pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup.


Pasal 36           
(1)     Pejabat pengawas lingkungan hidup merupakan pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan kepangkatan paling rendah penata muda golongan/ruang IIIa.
(2)     Selain persyaratan kepangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pegawai negeri sipil harus lulus dalam pendidikan dan pelatihan pengawas lingkungan hidup.


Pasal 37           
Ketentuan mengenai pejabat pengawas lingkungan hidup diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 38           
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
a.     izin usaha dan/atau kegiatan pemanfaatan ekosistem karst yang berada di kawasan lindung yang telah terbit sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku dan sudah beroperasi, dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu izin berakhir;
b.     Usaha dan/atau kegiatan pemanfaatan ekosistem karst yang berada di kawasan lindung yang telah mendapat izin usaha dan/atau kegiatan dan belum ada kegiatan di lokasi izin, berlaku ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 39           
(1)      Menteri menetapkan kawasan ekosistem karst paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini ditetapkan.
(2)      Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai kewenangannya menetapkan kawasan lindung dan kawasan budidaya ekosistem karst paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Peraturan Menteri tentang penetapan kawasan ekosistem karst ditetapkan.



Pasal 40           
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal                            

       PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,                                                                                                    


         DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal

  MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
                     REPUBLIK INDONESIA


                        AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR …

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR…….. TAHUN
TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM KARST

I.      UMUM
Kondisi geologis, geomofologis, dan hidrologis ekosistem karst menjadikan kawasan ekosistem karst memeliki keterbatasan yang berbeda dengan kawasan lain seperti kawasan gunung api, kawasan pesisir, dan kawasan dataran aluvial. Keterbatasan yang menonjol dari ekosistem karst adalah kondisi solum tanah yang tipis dan kelangkaan air permukaan. Tipisnya solum tanah dan keterbatasan air permukaan di ekosistem karst merupakan pembatas permanen bagi kehidupan di atasnya, baik sebagai media tanam maupun sebagai habitat biota yang tinggal di dalamnya. Keterbatasan inilah menjadikan ekosistem karst memiliki daya dukung yang rendah.

Rendahnya daya dukung ekosistem karst tersebut kemudian menyebabkan ekosistem karst sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Perusakan yang terjadi di dalamnya akan menyebabkan kerusakan yang lebih cepat dibandingkan dengan kawasan lainnya. Disamping itu, membutuhlan waktu yang panjang untuk pemulihan dan bahkan tidak terpulihkan. Hilangnya tutupan vegetasi menyebabkan erosi tanah mengalami percepatan dan meninggalkan singkapan batuan di lereng-lereng perbukitan karst. Kondisi lahan dengan batuan yang tersingkap inilah yang menjadikan upaya pemulihan ekosistem karst relatif sulit. Oleh karena itu, diperlukan upaya perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst untuk mencegah terjadinya kerusakan ekosistem karst.

Peraturan pemerintah ini hanya mengatur mengenai perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst, sedang perlindungan dan pengelolaan ekosistem lain yang meliputi ekosistem tanah, terumbu karang, mangrove, padang lamun, gambut dan/atau ekosistem lainnya diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri.

Perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst ini mengatur masalah perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, serta pengawasan dan penegakan hukum. Perencanaan meliputi kegiatan inventarisasi karakteristik ekosistem karst, penetapan kawasan ekosistem karst, kawasan lindung dan kawasan budidaya, serta penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst (RPPEK). Pemanfaatan karst ditentukan berdasarkan RPPEK. Pengendalian perusakan ekosistem karst dilakukan dengan penetapan kriteria baku kerusakan ekosistem karst dan penerapan instrumen izin lingkungan setiap kegiatan yang memanfaatkan ekosistem karst. Pemanfaatan ekosistem karst juga disertai dengan pemeliharaan ekosistem karst, pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap izin dan peraturan pemerintah ini. Pelanggaran atas ketentuan izin dan/atau peraturan pemerintah ini dikenakan sanksi administrasi, dan/atau perdata.


II.     PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
    Cukup jelas.

Pasal 2
    Cukup jelas.        

Pasal 3
    Cukup jelas.

Pasal 4
    Cukup jelas.

Pasal 5
    Ayat (1)
Huruf a
Kawasan batuan karbonat merupakan tahapan awal inventarisasi karakteristik karst baik bawah permukaan maupun permukaan.

Huruf b
Karst bawah permukaan atau endokarst.

Huruf c
Karst permukaan atau eksokarst.

    Ayat (2)
Huruf a
Dalam pelaksanaan inventarisasi goa, termasuk sistem pergoaan, ornamen, dan sedimen goa. Sistem pergoaan merupakan jaringan antar goa dan sungai bawah permukaan.

Huruf b
Sungai bawah permukaan atau drainase bawah permukaan.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Biota bawah permukaan merupakan kehidupan yang berada di bawah tanah, yang terdapat di dalam goa dan sungai bawah permukaan.

    Ayat (3)
Huruf a
Cekungan tertutup merupakan ciri permukaan kawasan ekosistem karst yang sangat terkait dengan sungai bawah permukaan.


Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Lembah karst merupakan lembah atau alur yang besar, terbentuk oleh aliran permukaan yang mengerosi batuan yang dilaluinya.

Huruf d
Karen/lapies
bentuk yang tidak rata pada batugamping akibat adanya proses pelarutan dan penggerusan.

Huruf e
Ponor

Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g
Cukup jelas.

Huruf h
Cukup jelas.

Huruf i
Biota permukaan merupakan kehidupan yang berada di atas tanah, yang berada di kawasan ekosistem karst.

Pasal 6
    Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.
   
Pasal 7
    Cukup jelas.

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pa          sal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
          Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
          Cukup jelas.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
    Cukup jelas.

Pasal 17
    Cukup jelas.

Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 21
    Cukup jelas.

Pasal 22
    Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.

Pasal 23
    Cukup jelas.

Pasal 24
    Cukup jelas.

Pasal 25
    Cukup jelas.

Pasal 26
    Cukup jelas.

Pasal 27
    Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 28
    Cukup jelas.

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
          Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas.

Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Cukup jelas.

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Cukup jelas.



TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR...


         

1 comment:

  1. Trims atas postingannya, Semoga RPP ini segera disetujui dan sebaiknya draft permen untuk mendukung PP ini nantinya jg sudah siap agar tujuan penyelamatan karst segera dpt terimplementasi dgn adanya payung hukum pengelolaan yg jelas.

    ReplyDelete