Berikut saya posting RPP kawasan Karst yang ada di KEMENKUMHAM.
RANCANGAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
PERLINDUNGAN
DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM KARST
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11,
Pasal 21 ayat (3) huruf g dan ayat (5),
Pasal 56, Pasal 57 ayat (5), Pasal 75, serta Pasal 83 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: PERATURAN
PEMERINTAH TENTANG PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN EKOSISTEM KARST.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.
Perlindungan
dan Pengelolaan Ekosistem Karst adalah upaya sistematis dan terpadu yang
dilakukan untuk melestarikan fungsi ekosistem karst dan mencegah terjadinya
perusakan ekosistem karst yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
2.
Karst adalah bentang alam di bawah permukaan
dan di permukaan tanah yang secara khas berkembang pada batuan karbonat sebagai
akibat proses pelarutan air.
3.
Batuan
karbonat adalah batuan yang mengandung lebih dari 50% mineral karbonat.
4.
Ekosistem
karst adalah tatanan karst dengan semua benda, daya, keadaaan, dan makhluk
hidup yang merupakan satu kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi
dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
5.
Kawasan
ekosistem karst adalah wilayah ekosistem karst yang memiliki fungsi lindung dan
budidaya.
6.
Kawasan
lindung ekosistem karst adalah wilayah ekosistem karst yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup.
7.
Kawasan
budidaya ekosistem karst adalah wilayah ekosistem karst yang berpotensi untuk
dimanfaatkan yang letaknya di luar kawasan lindung ekosistem karst.
8.
Menteri
adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup.
9.
Menteri
terkait adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
penataan ruang, sumber daya air, kehutanan, pertanian, perkebunan, perikanan,
transmigrasi, pemukiman, pariwisata, serta energi dan sumber daya mineral.
10.
Penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu usaha
dan/atau kegiatan.
Pasal 2
(1)
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi
perlindungan dan pengelolaan pada ekosistem:
a.
tanah;
b.
terumbu karang;
c.
mangrove;
d.
padang lamun;
e.
gambut;
f.
karst; dan/atau
g.
ekosistem lainnya sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
(2)
Dalam Peraturan Pemerintah ini hanya mengatur mengenai
perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst.
(3)
Ketentuan mengenai perlindungan dan pengelolaan ekosistem
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf f,
dan huruf g diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri.
Pasal 3
Perlindungan dan pengelolaan
ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) meliputi:
a.
perencanaan;
b.
pemanfaatan;
c.
pengendalian;
d.
pemeliharaan; dan
e.
pengawasan dan penegakan hukum.
BAB II
PERENCANAAN
Pasal 4
Perencanaan perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst
dilakukan melalui tahapan:
a. inventarisasi kawasan
ekosistem karst;
b. penetapan kawasan ekosistem
karst; dan
c. penyusunan rencana perlindungan
dan pengelolaan ekosistem karst.
Pasal 5
(1)
Inventarisasi kawasan ekosistem karst sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4
meliputi komponen:
a.
kawasan batuan karbonat;
b.
karakteristik karst bawah permukaan;
c.
karakteristik karst permukaan;
(2)
Inventarisasi
karakteristik karst bawah permukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a.
goa;
b.
sungai bawah permukaan;
c.
mata air;
d.
biota bawah permukaan;
(3)
Inventarisasi
karakteristik karst permukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi:
a. cekungan
tertutup;
b. bukit
karst;
c.
lembah karst;
d. karen/lapies;
e. ponor;
f.
danau/telaga;
g. sungai
permukaan di dalam kawasan batuan karbonat;
h. sungai
permukaan di luar kawasan batuan karbonat yang merupakan bagian jaringan sungai
bawah permukaan;
i.
biota permukaan.
Pasal 6
(1)
Inventarisasi batuan karbonat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 ayat (1) huruf a dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang
energi dan sumber
daya mineral.
(2)
Inventarisasi kawasan ekosistem karst bawah permukaan dan
permukaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c dilakukan oleh:
a.
Menteri untuk skala nasional;
b.
gubernur untuk skala provinsi;
c.
bupati/walikota untuk skala kabupaten/kota.
Pasal 7
(1)
Inventarisasi kawasan ekosistem karst sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b
dan huruf c dilakukan untuk memperoleh data dan
informasi mengenai lokasi, keberadaan, sebaran, dan luasan kawasan ekosistem karst.
(2)
Kawasan ekosistem
karst sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
menggambarkan:
a.
Kawasan ekosistem
karst skala nasional;
b.
Kawasan ekosistem
karst skala provinsi;
dan
c.
Kawasan ekosistem
karst skala kabupaten/kota.
(3)
Data dan informasi:
a. sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a disajikan
dalam bentuk peta kawasan ekosistem
karst dengan skala 1:250.000.
b. sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b disajikan
dalam bentuk peta kawasan ekosistem
karst dengan skala 1:100.000
c. sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c disajikan
dalam bentuk peta kawasan ekosistem
karst dengan skala 1:50.000
Pasal 8
(1)
Menteri menetapkan kawasan ekosistem karst berdasarkan hasil inventarisasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(2)
Kawasan ekosistem karst sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki fungsi:
a.
lindung; dan
b.
budidaya
(3)
Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a ditetapkan
berdasarkan fungsi perlindungan:
a.
biota bawah permukaan dan permukaan;
b.
sungai bawah permukaan;
c.
mata air dan danau/telaga;
d.
keunikan bentang alam; dan/atau
e.
cagar budaya.
(4)
Fungsi perlindungan biota bawah
permukaan dan permukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dengan
kriteria yang berupa spesies dan habitat spesies:
a.
endemik;
b.
langka; dan/atau
c.
memiliki peran penting dalam
ekosistem karst.
(5)
Fungsi perlindungan sungai
bawah permukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dengan kriteria yang
berupa:
a.
cekungan tertutup yang dibagian
permukaan terdapat ponor atau dibagian bawahnya terdapat sungai bawah permukaan;
b.
lembah karst yang terhubung
atau dibawahnya terdapat sungai bawah permukaan;
c.
bukit karst yang menjadi satu
kesatuan dengan cekungan tertutup yang dibawahnya terdapat sungai bawah
permukaan.
(6)
Fungsi perlindungan mata air
dan danau/telaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c sesuai dengan
kriteria perlindungan setempat.
(7)
Fungsi perlindungan keunikan
bentang alam sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d dengan kriteria yang
berupa:
a.
bukit karst;
b.
lembah karst;
c.
karen/lapies;
d.
goa dan speleotem;
e.
ponor;
f.
ceruk/cliff;
g.
pantai pasang surut karst/ba’a;
h.
mata air bawah permukaan laut;
i.
pulau-pulau karst.
(8)
Fungsi perlindungan cagar
budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d dengan kriteria yang berupa:
a. situs
arkeologi, situs paleontologi dan peninggalan sejarah;
b. nilai
ilmiah, sosial, budaya, agama, kepercayaan dan legenda.
(9)
Kawasan ekosistem karst ditetapkan
sebagai kawasan budidaya ekosistem karst apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3).
Pasal 9
(1)
Fungsi kawasan ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8
ayat (2)
ditetapkan oleh:
a.
Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait
untuk kawasan ekosistem karst lintas provinsi;
b.
gubernur setelah berkonsultasi dengan Menteri untuk
kawasan ekosistem karst yang keberadaannya lintas kabupaten/kota; dan
c.
bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan gubernur
untuk kawasan ekosistem karst yang keberadaannya di dalam satu wilayah
kabupaten/kota.
(2)
Kawasan ekosistem karst yang telah ditetapkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disajikan dalam bentuk peta dengan skala paling kecil
1:30.000.
Pasal
10
Kawasan
ekosistem karst yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 digunakan
sebagai bahan dalam penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah beserta
rencana rincinya.
Pasal
11
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
inventarisasi dan
penetapan kawasan ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 sampai dengan Pasal 10 diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 12
(1)
Penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem
karst sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c dilakukan untuk menyusun:
a.
rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst
nasional;
b.
rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst
provinsi; dan
c.
rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst
kabupaten/kota.
(2)
Rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst
nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun berdasarkan
inventarisasi kawasan ekosistem karst nasional.
(3)
Rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst
provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun berdasarkan:
a. rencana
perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst nasional;
b. inventarisasi
kawasan ekosistem karst provinsi.
(4)
Rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun berdasarkan:
a. rencana
perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst provinsi
b. inventarisasi
kawasan ekosistem karst kabupaten/kota.
Pasal 13
(1)
Rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst
nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a disusun oleh Menteri.
(2)
Rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst
provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b disusun oleh gubernur.
(3)
Rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c disusun oleh
bupati/walikota.
Pasal 14
Dalam hal rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst
nasional yang disusun oleh Menteri terdapat kewenangan menteri terkait,
penyusunan dilakukan oleh Menteri dengan koordinasi menteri terkait.
Pasal 15
(1)
Rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst paling
sedikit memuat rencana:
a. pemanfaatan dan/atau pencadangan ekosistem
karst;
b. pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau
fungsi ekosistem karst;
c.
pengendalian, pemantauan,
serta pendayagunaan dan pelestarian ekosistem karst; dan
d.
adaptasi dan mitigasi terhadap
perubahan iklim.
(2)
Rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan:
a. keragaman karakter dan fungsi
ekologis;
b. sebaran penduduk;
c. sebaran potensi sumber daya alam;
d. kearifan lokal;
e. aspirasi masyarakat; dan
f.
perubahan iklim.
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana
perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan
Pasal 15 diatur dengan Peraturan Menteri dengan koordinasi menteri
terkait.
BAB III
PEMANFAATAN
Pasal 17
(1)
Pemanfaatan ekosistem karst dilakukan berdasarkan rencana
perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst.
(2)
Dalam hal rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersusun, pemanfaatan ekosistem karst
menggunakan penetapan daya dukung dan daya tampung ekosistem karst dengan
memperhatikan:
a. keberlanjutan proses dan
fungsi ekosistem karst;
b. keberlanjutan
produktivitas ekosistem karst; dan
c.
keselamatan,
mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.
(3) Penetapan daya dukung dan daya tampung ekosistem karst sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
oleh:
a.
Menteri untuk daya dukung dan daya tampung ekosistem karst nasional dan pulau/kepulauan;
b.
Gubernur untuk daya dukung dan daya tampung
ekosistem karst provinsi; atau
c.
Bupati/walikota untuk daya dukung dan daya tampung
ekosistem karst kabupaten/kota.
(4) Dalam hal penetapan daya
dukung dan daya tampung ekosistem karst belum dilaksanakan, pemanfaatan
ekosistem karst harus mendapat izin Menteri.
Pasal 18
(1)
Pemanfaatan ekosistem karst pada kawasan lindung
dilakukan secara terbatas untuk kegiatan:
a.
penelitian;
b.
ilmu pengetahuan;
c.
pendidikan; dan/atau
d.
wisata terbatas.
(2)
Pemanfaatan
ekosistem karst pada kawasan lindung yang berada di lahan masyarakat dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan,
perikanan dan permukiman, sepanjang tidak menimbulkan pencemaran air dan
kerusakan ekosistem karst.
(3)
Pada kawasan budidaya dapat dimanfaatkan untuk semua
kegiatan.
(4)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB IV
PENGENDALIAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 19
Pengendalian kerusakan ekosistem karst terdiri atas:
a.
pencegahan kerusakan ekosistem karst;
b.
penanggulangan kerusakan ekosistem karst; dan
c.
pemulihan kerusakan ekosistem karst.
Pasal 20
(1)
Kriteria baku kerusakan ekosistem karst meliputi:
a.
ekosistem
karst bawah permukaan; dan
b.
ekosistem
karst permukaan.
(2)
Kriteria baku kerusakan ekosistem karst bawah permukaan meliputi:
a.
ornamen dan sedimen dalam ruangan gua yang rusak lebih
besar dari sepuluh persen (>10%);
b.
mata air tidak mengalir sepanjang tahun atau kualiatas
air tidak sesuai dengan baku mutu air minum;
c.
populasi biota berkurang lebih dari tiga puluh persen
(>30%).
(3)
Kriteria baku kerusakan ekosistem karst permukaan meliputi:
a.
luasan tutupan vegetasi kurang dari sepuluh persen
(<10%);
b.
luasan singkapan batuan karst kurang dari dua puluh
persen (<20%);
c.
umur telaga berair kurang dari 3 (tiga) bulan;
d.
populasi biota berkurang lebih dari tiga puluh persen
(>30%).
(4)
Kriteria baku kerusakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan (3) menjadi dasar pemeliharaan kawasan lindung ekosistem karst dan
pencegahan perusakan ekosistem karst di kawasan budidaya.
Pasal 21
(1)
Setiap orang dilarang melakukan usaha dan/atau kegiatan
yang mengakibatkan kerusakan ekosistem karst.
(2)
Usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi pelanggaran kriteria baku
kerusakan ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (2) dan ayat (3);
Pasal 22
(1)
Setiap penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan yang melanggar kriteria baku kerusakan ekosistem
karst sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dan
ayat (3), selain dikenai sanksi pidana sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. penghentian
kegiatan yang menyebabkan pengurangan debit air;
b. penghentian
kegiatan yang menyebabkan tecemarnya air ;
c.
penghentian
kegiatan pemanfaatan ekosistem karst yang menyebabkan pengurangan tutupan
vegetasi;
d. Penghentian
kegiatan yang menyebabkan singkapan batuan karst;
e. penghentian
kegiatan yang menyebabkan hilangnya atau berkurangnya populasi biota;
f.
melakukan
rehabilitasi akibat pengurangan luas dan/atau tingkat tutupan vegetasi;
g. melakukan rehabilitasi
pengurangan luas singkapan batuan karst;
h. melakukan
rehabilitasi akibat berkurangnya populasi biota;
i.
pencabutan
izin lingkungan.
Bagian Kedua
Pencegahan Kerusakan Ekosistem Karst
Pasal 23
(1)
Untuk mencegah kerusakan ekosistem karst, setiap orang yang
akan memanfaaatkan ekosistem karst pada kawasan budidaya yang wajib Amdal atau
UKL-UPL, wajib memperoleh izin lingkungan dari Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2)
Untuk menjamin lestarinya fungsi ekosistem karst, izin lingkungan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib memuat persyaratan dan kewajiban berupa:
a.
izin
perlindungan dan pengelolaan ekosistem
karst berupa pembuangan air limbah sesuai peraturan
perundang-undangan;
b.
jumlah
air yang dapat dimanfaatkan tidak mengganggu
debit air di kawasan
ekosistem karst;
c.
tata
cara pemanfaatan ekosistem
karst yang lestari;
d.
tata
cara penanggulangan apabila terjadi perusakan
ekosistem karst;
e.
menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi
ekosistem karst.
(3)
Persyaratan dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(2)
ditetapkan berdasarkan dampak yang ditimbulkan suatu usaha dan/atau kegiatan
terhadap kondisi ekosistem karst.
(4)
Tata cara pemanfaatan ekosistem karst yang lestari sesuai
pedoman Menteri.
Pasal 24
(1)
Selain persyaratan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib
menyediakan dana penjaminan pemulihan lingkungan pada waktu mengajukan
permohonan izin lingkungan.
(2)
Dana penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disimpan
pada bank pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya, atas nama Menteri, gubernur, atau bupati/walikota.
(3)
Penyimpanan dana penjaminan pada bank pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilakukan paling lambat pada tanggal
izin lingkungan diterbitkan.
(4)
Besarnya dana penjaminan ditetapkan oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh
Menteri.
(5)
Pemberian izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
izin lingkungan.
Pasal 25
Dalam hal pemegang izin lingkungan merupakan Kementerian,
lembaga Pemerintah nonkementerian, dan instansi pemerintah provinsi atau
kabupaten/kota, penyediaan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi ekosistem karst
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
keuangan negara dan/atau penanggulangan bencana.
Pasal 26
Setiap
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melaksanakan pemanfaatan ekosistem
karst tanpa izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan ayat
(2) dikenakan:
a.
sanksi
pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b.
sanksi
administratif berupa penghentian sementara seluruh kegiatan pemanfaatan ekosistem
karst.
Pasal 27
(1) Setiap penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan yang melanggar persyaratan dan kewajiban izin lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan
Pasal 24 untuk memanfaatkan
ekosistem karst dikenakan sanksi administratif berupa:
a.
paksaan pemerintah;
b.
pembayaran denda
lingkungan akibat perusakan ekosistem karst;
c.
pembekuan izin
lingkungan; atau
d.
pencabutan izin
lingkungan.
(2) Paksaan
pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. penghentian
sementara kegiatan menimbulkan kerusakan ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20;
b. pemindahan
sarana kegiatan pemanfaatan ekosistem karst;
c. pembongkaran
saluran drainase yang merusak ekosistem karst;
d. penyitaan
terhadap barang atau alat yang berpotensi merusak ekosistem karst; dan/atau
e. penghentian
sementara seluruh kegiatan pemanfaatan ekosistem karst.
Bagian Ketiga
Penanggulangan Kerusakan Ekosistem Karst
Pasal 28
(1)
Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ekosistem karst
yang menyebabkan kerusakan ekosistem karst di dalam atau di luar areal usaha dan/atau
kegiatan wajib melakukan penanggulangan sesuai kewajiban yang tercantum dalam
izin lingkungan.
(2)
Penanggulangan kerusakan ekosistem karst sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui:
a. Pemberian informasi peringatan
pencemaran dan/atau perusakan akibat
kegiatan sebagaimanan dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3);
b. pengisolasian pencemaran
dan/atau perusakan akibat kegiatan sebagaiman dimaksud pada ayat (1);
c.
penghentian
kegiatan pemanfaatan karst; dan/atau
d. cara lain yang tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap ekosistem karst.
Bagian Ketiga
Pemulihan
Pasal 29
(1)
Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ekosistem karst
yang menyebabkan kerusakan ekosistem karst di dalam atau di luar areal usaha
dan/atau kegiatan wajib melakukan pemulihan sesuai kewajiban yang tercantum
dalam izin lingkungan.
(2)
Pemulihan fungsi ekosistem karst di dalam dan di luar
areal usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
(3)
Pemulihan fungsi ekosistem karst dilakukan dengan cara:
a. rehabilitasi;
b. restorasi; dan/atau
c.
cara
lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 30
(1) Dalam
hal penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melakukan penanggulangan
kerusakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dalam jangka waktu paling lama 24 (duapuluh
empat) jam sejak diketahuinya terjadi kerusakan, Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya menetapkan pihak ketiga untuk
melakukan penanggulangan kerusakan ekosistem karst atas beban biaya penanggung
jawab usaha dan/atau
kegiatan.
(2) Dalam
hal penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melakukan pemulihan fungsi
ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dalam jangka waktu paling lama 30 (tigapuluh) hari sejak
diketahuinya terjadi kerusakan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi
ekosistem karst atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan.
Pasal 31
(1)
Dalam
hal penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melakukan penanggulangan dan
pemulihan, biaya
yang dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) diperhitungkan sebagai kerugian
lingkungan.
(2)
Besaran
kerugian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan
kesepakatan antara Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dengan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan.
BAB V
PEMELIHARAAN
Pasal 32
(1)
Pemeliharaan ekosistem karst
dilakukan melalui upaya:
a.
konservasi ekosistem karst; dan/atau
b.
pencadangan ekosistem karst.
(2)
Konservasi ekosistem karst sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi kegiatan:
a.
pemanfaatan secara lestari ekosistem karst;
b.
perlindungan ekosistem karst; dan
c.
pengawetan ekosistem karst.
(3)
Pencadangan ekosistem karst sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan melalui penetapan kawasan ekosistem karst yang tidak dapat dikelola
dalam jangka waktu tertentu.
(4)
Pencadangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) menjadi bagian dari rencana perlindungan dan pengelolaan
ekosistem karst.
Pasal 33
(1) Pemanfaatan
secara lestari ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf a
meliputi:
a.
pemanfaatan
secara terbatas di kawasan lindung; dan
b.
pemanfaatan kawasan budidaya sesuai rencana.
(2) Perlindungan ekosistem karst sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (2) huruf b dilakukan
melalui pelaksanaan
rencana perlindungan dan
pengelolaan ekosistem karst sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
(3) Pengawetan
ekosistem karst sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 33 ayat
(2) huruf c dilakukan pada ekosistem karst di:
a. kawasan
lindung; dan
b. pemanfaatan
secara lestari sesuai pesyaratan dan kewajiban dalam izin lingungan.
(4) Pengawetan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan cara tidak menggunakan area
pengawetan untuk kegiatan budidaya.
BAB
VI
PENGAWASAN
Pasal 34
(1)
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan atas:
a. ketentuan
mengenai perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, dan pemeliharaan ekosistem karst;
dan
b. persyaratan
yang harus dipenuhi dan kewajiban yang tercantum dalam izin lingkungan.
(2)
Dalam
melaksanakan pengawasan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan
pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional.
Pasal 35
(1) Pejabat
pengawas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) berwenang:
a.
melakukan pemantauan;
b.
meminta keterangan;
c.
membuat salinan dari dokumen
dan/atau membuat catatan yang diperlukan;
d.
memasuki tempat tertentu;
e.
memotret;
f.
membuat rekaman audio visual;
g.
mengambil sampel;
h.
memeriksa peralatan;
i.
memeriksa instalasi dan/atau
alat transportasi; dan/atau
j.
menghentikan pelanggaran
tertentu.
(2)
Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan
hidup dapat melakukan koordinasi dengan pejabat penyidik pegawai negeri sipil.
(3)
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang
menghalangi pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup.
Pasal 36
(1) Pejabat pengawas
lingkungan hidup merupakan pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan
kepangkatan paling rendah penata muda golongan/ruang IIIa.
(2) Selain persyaratan
kepangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pegawai negeri sipil harus
lulus dalam pendidikan dan pelatihan pengawas lingkungan hidup.
Pasal 37
Ketentuan mengenai pejabat pengawas lingkungan hidup
diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 38
Pada saat Peraturan Pemerintah
ini mulai berlaku:
a. izin usaha dan/atau kegiatan pemanfaatan ekosistem karst
yang berada di kawasan lindung yang telah terbit
sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku dan sudah beroperasi, dinyatakan tetap
berlaku sampai jangka waktu izin berakhir;
b.
Usaha dan/atau kegiatan
pemanfaatan ekosistem karst yang
berada di kawasan lindung yang telah mendapat izin usaha dan/atau kegiatan
dan belum ada kegiatan di lokasi izin, berlaku ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
(1)
Menteri menetapkan kawasan
ekosistem karst paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak
Peraturan Pemerintah ini ditetapkan.
(2)
Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai
kewenangannya menetapkan kawasan lindung dan kawasan budidaya ekosistem karst
paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Peraturan
Menteri tentang penetapan kawasan
ekosistem karst ditetapkan.
Pasal 40
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR …
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR……..
TAHUN
TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM KARST
I.
UMUM
Kondisi geologis, geomofologis, dan hidrologis ekosistem
karst menjadikan kawasan ekosistem karst memeliki keterbatasan yang berbeda
dengan kawasan lain seperti kawasan gunung api, kawasan pesisir, dan kawasan
dataran aluvial. Keterbatasan yang menonjol dari ekosistem karst adalah kondisi
solum tanah yang tipis dan kelangkaan air permukaan. Tipisnya solum tanah dan
keterbatasan air permukaan di ekosistem karst merupakan pembatas permanen bagi
kehidupan di atasnya, baik sebagai media tanam maupun sebagai habitat biota
yang tinggal di dalamnya. Keterbatasan inilah menjadikan ekosistem karst
memiliki daya dukung yang rendah.
Rendahnya daya dukung ekosistem karst tersebut kemudian
menyebabkan ekosistem karst sangat peka terhadap perubahan lingkungan.
Perusakan yang terjadi di dalamnya akan menyebabkan kerusakan yang lebih cepat
dibandingkan dengan kawasan lainnya. Disamping itu, membutuhlan waktu yang
panjang untuk pemulihan dan bahkan tidak terpulihkan. Hilangnya tutupan
vegetasi menyebabkan erosi tanah mengalami percepatan dan meninggalkan
singkapan batuan di lereng-lereng perbukitan karst. Kondisi lahan dengan batuan
yang tersingkap inilah yang menjadikan upaya pemulihan ekosistem karst relatif
sulit. Oleh karena itu, diperlukan upaya perlindungan dan pengelolaan ekosistem
karst untuk mencegah terjadinya kerusakan ekosistem karst.
Peraturan pemerintah ini hanya mengatur mengenai
perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst, sedang perlindungan dan
pengelolaan ekosistem lain yang meliputi ekosistem tanah, terumbu karang, mangrove, padang
lamun, gambut dan/atau
ekosistem lainnya diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri.
Perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst ini mengatur
masalah perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, serta pengawasan
dan penegakan hukum. Perencanaan meliputi kegiatan inventarisasi karakteristik
ekosistem karst, penetapan kawasan ekosistem karst, kawasan lindung dan kawasan
budidaya, serta penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst
(RPPEK). Pemanfaatan karst ditentukan berdasarkan RPPEK. Pengendalian perusakan
ekosistem karst dilakukan dengan penetapan kriteria baku kerusakan ekosistem karst
dan penerapan instrumen izin lingkungan setiap kegiatan yang memanfaatkan
ekosistem karst. Pemanfaatan ekosistem karst juga disertai dengan pemeliharaan ekosistem
karst, pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
izin dan peraturan pemerintah ini. Pelanggaran atas ketentuan izin dan/atau
peraturan pemerintah ini dikenakan sanksi administrasi, dan/atau perdata.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Huruf a
Kawasan batuan karbonat
merupakan tahapan awal inventarisasi karakteristik karst baik bawah permukaan
maupun permukaan.
Huruf b
Karst bawah permukaan atau endokarst.
Huruf c
Karst permukaan atau eksokarst.
Ayat (2)
Huruf a
Dalam pelaksanaan inventarisasi
goa, termasuk sistem pergoaan, ornamen, dan sedimen goa. Sistem pergoaan
merupakan jaringan antar goa dan sungai bawah permukaan.
Huruf b
Sungai bawah permukaan atau drainase bawah permukaan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Biota
bawah permukaan merupakan kehidupan yang berada di bawah tanah, yang terdapat
di dalam goa dan sungai bawah permukaan.
Ayat (3)
Huruf a
Cekungan tertutup merupakan ciri permukaan kawasan ekosistem karst yang sangat
terkait dengan sungai bawah permukaan.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Lembah karst merupakan lembah
atau alur yang besar, terbentuk oleh aliran permukaan yang mengerosi batuan
yang dilaluinya.
Huruf d
Karen/lapies
bentuk yang tidak rata pada batugamping akibat adanya
proses pelarutan dan penggerusan.
Huruf e
Ponor
Huruf f
Cukup
jelas.
Huruf g
Cukup
jelas.
Huruf h
Cukup
jelas.
Huruf i
Biota
permukaan merupakan kehidupan yang berada di atas tanah, yang berada di kawasan
ekosistem karst.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pa sal 9
Cukup
jelas.
Pasal 10
Cukup
jelas.
Pasal 11
Cukup
jelas.
Pasal 12
Cukup
jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf c
Cukup
jelas.
Huruf d
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf c
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat
(1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf
d
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Pasal 28
Cukup
jelas.
Pasal 29
Cukup
jelas.
Pasal 30
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf
b
Cukup
jelas.
Huruf c
Cukup
jelas.
Pasal 31
Cukup
jelas.
Pasal 32
Cukup
jelas.
Pasal 33
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup
jelas.
Pasal 40
Cukup
jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR...
Trims atas postingannya, Semoga RPP ini segera disetujui dan sebaiknya draft permen untuk mendukung PP ini nantinya jg sudah siap agar tujuan penyelamatan karst segera dpt terimplementasi dgn adanya payung hukum pengelolaan yg jelas.
ReplyDelete