Pages

Friday, August 14, 2020

Membahagiakan Ibu Sebisa Mungkin.

"Sore ini aku pergi meninggalkan rumah mencari angin segar dan segelas kopi. Aku pergi dengan lump in my throat." (14/08/2020)


Dua hari yang lalu, seorang seniorku ketika masih kuliah menelepon, "Go, ada kerjaan jadi jurnalis di Mahulu, mau gak?" ucapnya membuka pembicaraan.

Jujur, aku terkejut dan senang. Karena saat ini aku memang sedang mencoba beralih profesi.

"Berapa gajinya Bang?" tanyaku langsung tanpa basa-basi.
"Empat juta Go, gimana?" jawabnya.

Sungguh, ini adalah tawaran menarik, mengingat saat ini gajiku sebagai seorang guru di dua sekolah swasta hanyalah Rp1,2 juta. Tawaran gaji sebesar Rp4 juta sungguh terasa besar bagiku.

"Aku tertarik Bang, sangat tertarik. Tapi aku ngomong dulu sama ibuku ya," jawabku dengan bahagia, dan sedikit bimbang di hati.

Dia adalah senior yang baik, Bang Mukon. Tidak banyak senior seperti dia, selalu memperhatikan kondisi junior-juniornya di kampus dulu. Dia akan selalu berusaha untuk membantu para juniornya sesuai kemampuannya.


"Menjadi orang baik bukan hanya soal kemampuan, tetapi soal kepedulian."


Hari berikutnya, aku menemui seniorku itu, di kantor media yang dia kelola. Kami banyak berdiskusi tentang jurnalistik, juga menjelaskan bagaimana cara kerja seorang wartawan.

Datang kemudian seseorang ke kantor, ikut bergabung bersama kami, dia adalah pemimpin redaksi, Bang Fel. Dia menceritakan segala sesuatu yang akan dihadapi jika bekerja sebagai jurnalis.

Kami bertiga berdiskusi hingga larut malam. Aku menyimpulkan bahwa pekerjaan ini sangat menjanjikan. Sangat bersyukur di usia 31 tahun ini, masih ada orang yang mau memberikan pekerjaan padaku yang tidak pernah memiliki pengalaman sebagai jurnalis.



Aku mencintai kedua orang tuaku, terlebih kepada ibu.
Ibuku merasa berat melepaskanku, pergi bekerja ke Kabupaten Mahulu, kabupaten yang masih sangat muda di Provinsi Kalimantan Timur. Ini bukan pertama kalinya ketika aku meminta restu ketika memilih tempat pekerjaan.

Jika ada orang yang sangat kucintai, dia adalah ibuku.

Jika ada orang yang terlambat mencintai, itulah aku.



Waktu yang membuangku.
Aku menyelesaikan studi sarjana dalam waktu 7,5 tahun. Angka yang wajar bagi mahasiswa yang aktif di organisasi kampus. Aku lulus tahun 2014, dan wisuda di awal tahun 2015. Iya, waktu yang cukup lama. Selama kuliah, aku lebih banyak menghabiskan waktu di kampus. Tidak hanya hingga larut malam, bahkan aku lebih sering tidur di kampus.

Beberapa bulan setelah lulus aku mengikuti program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T). Program ini diselenggarakan oleh Kemendikbud, dengan memilih putra putri terbaik bangsa di berbagai daerah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan pemerataan pendidikan.

Peserta SM3T dikirim ke daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T). Penempatan lokasi tujuan pun harus berbeda dengan lokasi peserta ketika mendaftar. Tujuannya agar terjadi kebhinekaan, dan saling memahami kebudayaan Nusantara. Saat itu aku dikirim ke Kabupaten Timor Tengah Utara.

Setelah selesai mengabdi di daerah 3T tahun 2016, aku mendapat beasiswa penuh untuk mengikuti program Pendidikan Profesi Guru (PPG) berasrama selama setahun. Aku menyelesaikan program ini dan berhak menyandang gelar tambahan sebagai Guru Profesional (Gr.).

Akhir tahun 2017, aku adalah seorang pengangguran profesional bergelar "S.Pd., Gr." Apa targetku? Tentu mengikuti tes CPNS formasi guru.

Sepulang dari asrama, sebagai pengangguran, aku memiliki banyak waktu di rumah. Betapa aku terkejut melihat rambut ibuku sudah penuh dengan uban. Aku tersadar, bahwa sebenarnya aku jarang melihat ibuku di rumah. Aku tidak ingin melewatkan kesempatan untuk melihat uban yang semakin menumbuh di kepala ibuku.

Tahun 2018 aku mendaftar tes CPNS, kembali ke Nusa Tenggara Timur adalah keinginanku. Namun ibuku lebih menginginkan aku mengambil formasi di Kalimantan Utara.

Ibuku masih memiliki pemikiran bahwa putra daerah akan lebih diutamakan untuk diterima sebagai CPNS. Walau pemikiran itu sudah usang dan tidak berlaku. Aku tetap menuruti ibuku. Aku sudah berusaha keras memberikan penjelasan.

Hasilnya, aku tidak lulus. Aku berada di peringkat keempat pada formasi yang kupilih. Kedua orang tuaku membesarkan hatiku dengan berujar, "Tidak apa, belum rezeki."

Sulit untuk menggambarkan perasaanku saat itu. Aku pun menenangkan diriku, ini adalah usaha pertama, mungkin tes berikutnya akan berhasil.

Aku akan selalu menuruti permintaan ibuku. Mengingat, selama kuliah aku bukanlah anak yang nakal, hanya saja aku adalah anak yang bebal. Sering kali aku tidak mendengar ucapan dan permintaan ibuku.

Tahun 2019, Bang Kibok, senior kampus menawariku pekerjaan. Membantunya untuk mengawasi proyek konstruksi. Aku menerima pekerjaan itu dengan senang hati. Mempelajari hal baru dan melihat perjuangan buruh bangunan bekerja.

Enam bulan kemudian, di penghujung masa proyek konstruksi, seorang senior menawariku pekerjaan. Dia adalah Bang Base, senior di organisasi dan juga jurusan kuliah dulu. Menawarkan pekerjaan sebagai guru di sekolah swasta yang dia kelola. Gajinya jauh lebih sedikit dibandingkan gaji sebagai pengawas proyek konstruksi, bahkan lebih sedikit dari pendapatan buruh kasar.

Dengan perasaan berat dan tidak enak hati, aku menemui Bang Kibok dan mengundurkan diri dari proyek konstruksi. Memilih menjadi guru swasta dengan gaji yang lebih rendah. Aku ingin menjadi guru, maka aku harus mencoba.

Gaji berubah drastis, dari pengawas proyek sebesar Rp3 juta/bulan, menjadi Rp1,2 juta/bulan sebagai seorang guru di dua sekolah swasta sekaligus. Lokasi sekolah pun cukup jauh dari tempat tinggalku. Dalam kurun waktu 3 hari, aku harus kembali mengisi penuh tanki bahan bakar sepeda motorku. Aku cukup bahagia, dan aku bertahan, karena ini adalah keinginanku.

Awal tahun 2020 aku kembali mengikuti tes CPNS. Aku ingin memilih Kabupaten Kutai Kartanegara, namun ibuku menyarankan untuk memilih Kabupaten Berau. Kali ini aku tidak bersusah payah menjelaskan kepada ibuku, aku hanya ingin menuruti permintaannya.

Aku tidak masuk peringkat tiga besar pada formasi CPNS Kabupaten Berau. Mungkin masih bukan rezeki bagiku. Aku kembali mengajar di sekolah swasta.

Pandemi Covid-19 membuatku sangat terpukul. Sejak awal virus ini melanda Indonesia, awal tahun ajaran sekolah ditunda. Selama itulah aku tidak mendapat gaji. Karena gajiku dihitung berdasarkan jam mengajar. Bahkan hingga hari ini (14/08/2020), aku belum menerima gaji.



Sudah terlambat?
Aku ingin beralih profesi. Gaji Rp1,2 juta hanya cukup untuk kebutuhan hidupku seorang diri, tidak tersisa! Bagaimana jika aku berkeluarga, apakah cukup? Itulah alasan mengapa aku belum juga menikah. Aku tidak pernah ingin menyusahkan orang lain. Beralih profesi mencari gaji yang lebih baik, aku ingin segera berkeluarga, karena kedua orang tuaku sudah tua.

Tidak ada yang bisa kuberikan kepada ibuku untuk membahagiakannya. Menuruti segala ucapan dan permintaannya adalah usahaku untuk membahagiakannya. Hanya itu kemampuanku saat ini. Hingga detik ini, aku bahkan belum mampu untuk sekadar mentraktirnya di rumah makan.



Lump in my throat.
Pagi, setelah semalam di kantor media berdiskusi tentang tawaran menjadi jurnalis. Ibuku menyatakan keberatannya jika aku bekerja sebagai jurnalis di Mahulu.

Hingga sore hari, tak hanya membahas pekerjaan di Mahulu, kami pun membahas kondisi pekerjaan saat ini. Aku mengatakan bahwa aku ingin gaji yang lebih baik, agar aku bisa segera berkeluarga.

"Terserah aja mana yang baik bagimu," kata ibuku, "tapi kalau bisa cari aja yang lebih dekat. Gajinya juga gak terlalu besar, paling kamu cuma bisa nabung dua juta."

Jangan kira aku tidak menjelaskan apa saja potensi keuntungan wartawan di daerah, aku sudah jelaskan. "Kalau kamu jauh-jauh cuma bisa nabung dua juta, kerja di sini juga kamu bisa nabung segitu," kata ibu.

"Kalau gitu bantu aku cari pekerjaan di sini," balasku.
"Susah juga, teman-teman mama sudah tua, gak ada yang punya jaringan lowongan kerja," jawab ibuku.

Aku hanya berdiam diri, tak lagi bersuara. Dalam hati, aku berdoa, "Ya Allah, bahagiakanlah ibuku, dan permudahlah hidupku."

Aku mengambil kunci sepeda motor. pergi meninggalkan rumah mencari angin segar dan segelas kopi. Aku pergi dengan lump in my throat.

Tak lama setelah sampai di kantin kampus, tempat biasa aku meminum kopi, Bang Mukon menghubungi agar aku ke kantor media. Aku langsung meneleponnya, mengatakan bahwa aku tidak bisa mengambil pekerjaan yang ditawarkan.

Berat dan sedih, namun itulah pilihanku. Aku hanya ingin membahagiakan ibu sebisaku. 

Aku sangat berterima kasih kepada orang-orang yang selama ini menawariku pekerjaan. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kepedulian dengan caranya.

Aku tidak pernah menyalahkan orang-orang yang tidak menawari pekerjaan. Karena memang begitulah seharusnya ihwal pekerjaan.

Aku juga tidak pernah kecewa kepada orang-orang yang mengomentari pekerjaanku. Berkomentar tentang gajiku yang rendah, namun juga tidak menawari pekerjaan.

Aku juga selalu berintrospeksi. Apakah selama ini aku mengecewakan orang lain? Apakah selama ini aku orang yang terlalu keras kepala? Apakah aku orang yang tidak layak bekerja? Aku selalu memikirkan diriku, juga memikirkan orang lain.

Dalam situasi seperti ini, aku tidak muanfik. Aku berharap kepada kalian; Aku hanya berharap kalian selalu mendoakan segala kebaikan bagiku, juga mendoakan kebahagiaan ibuku.

Karena sebaik-baiknya kepedulian dan pemberian, ialah saling mendoakan. Dengan saling mendoakan, kita menjadi orang yang memiliki kemampuan.

Thursday, August 13, 2020

Program Bantuan Tunai Rp600 Ribu: Menanti Kolaborasi Ciamik Muhadjir Effendy dan Erick Thohir.

Pemerintah akan memberikan bantuan bagi karyawan swasta dengan gaji dibawah Rp5 juta per bulan sebesar Rp600 ribu selama empat bulan.

Kabar ini disampaikan secara resmi oleh Ketua pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PAN) Erick Thohir, pada Kamis 6 Agustus 2020.

Sebagai seorang guru di dua sekolah swasta dengan total gaji Rp480 ribu per bulan, tentu saya bahagia bukan kepalang. Seketika saya terbayang Erick Thohir berdiri di sebuah batu besar dengan latar matahari yang menyinarinya dari belakang, tak lupa langit jingga mengisi ruang di kiri dan kanan beliau.

Bukan hanya saya, kabar gembira ini tentu memberi kebahagiaan tak tergambar bagi rekan-rekan saya sesama guru ngenes, yang digaji hanya secukup beli nasi tanpa sayur dan lauk selama sebulan.

Uang Rp600 ribu itu besar! Besar banget, sampai kami bisa melengkapi nominal di slip gaji kami menjadi satuan juta. Menambah rasa percaya diri kami jika ditanya, "Berapa gajimu?" Kami jawab dengan busung dada, "Jutaan!"

Tapi rasa khawatir mulai muncul ketika batuan itu memiliki syarat-syarat, setidaknya masih satu syarat yang disampaikan, yaitu penerima bantuan adalah peserta BPJS dengan iuran per bulan di bawah Rp150 ribu.

Untuk syarat iuran BPJS, saya masih aman. Saya adalah peserta BPJS kelas paling wahid, kelas tiga! Kelas boleh memakai angka paling wahid, tapi besaran iuran tentu saja paling uncit.

"Fokus bantuan pemerintah kali ini adalah 13,8 juta pekerja non-PNS dan BUMN...," begitu kata juru selamat kita. Bahkan kita harus bersaing untuk masuk kuota 13,8 juta. Apakah saya dan guru-guru lain akan masuk? Tidak masalah, tak masuk pun nasib kami memang begini, sebagai biri-biri yang tersesat di dunia pendidikan.

Sebenarnya, ada berapa syarat sih? Jangan-jangan ada sepuluh? Apakah harus mengirim portofolio slip gaji, atau harus mendesak Pak RT untuk menerbitkan surat keterangan miskin?

Secara pribadi saya sangat mengharapkan belas kasih dari juru selamat kali ini, berdoa semoga mendapat bantuan Rp600 ribu. Supaya saya percaya diri untuk segera berkeluarga. Semoga tidak ada lagi keraguan untuk bagaimana beli sayur dan lauk, karena gaji selama ini cuma cukup untuk beli beras thok!

Tidak sejalan dengan berita tentang ucapan Muhadjir Effendy tentang keluarga miskin.

"Sesama keluarga miskin besanan kemudian lahirlah keluarga miskin baru sehingga ada pemotongan mata rantai keluarga miskin, kenapa? Karena kemiskinan itu dasar basisnya adalah di dalam keluarga," ucap mantan Mendikbud ciamik ini.

Ucapan mantan Mendikbud ini membuat saya merasa terenyuh, bahkan tergugah! Apakah saya harus mengkhianati juru selamat Erick Thohir dengan menolak bantuan Rp600 ribu itu? Karena kalau saya terima, bisa saja saya akan menikah. Seperti kata Pak Muhadjir, akan ada keluarga miskin baru.

Bayangkan, wanita mana yang mau menikah dengan saya yang hanya bergaji Rp1.080.000,00 (Rp480 ribu + Rp600 ribu)? Sudah hampir dipastikan bahwa wanita itu juga miskin, dengan ucapan menerima, "Iya mas, kita usaha sama-sama."

Saya merasa Pak Muhadjir adalah orang yang sangat visioner dan memiliki basis penalaran akademisi top-markotop! Jelas saja, beliau itu mantan Rektor dan Mendikbud! Bahkan beliau pernah mengajukan gagasan agar bapak-bapak TNI di perbatasan ditugaskan sebagai guru di sekolah yang kekurangan guru. Sederhana basis pemikirannya, TNI di perbatasan itu gak banyak yang kontak senjata kok, malah lebih sering main burung kicau dan ayam jago di pos batas.

Bagaimana ini, saya harus berpihak pada siapa? Erick Thohir sebagai juru selamat ekonomiku? Kepada Muhadjir Effendy yang visioner dan make sense banget? Demi langkahku menuju masa depan melalui tambahan gaji, atau demi bangsa Indonesia agar angka keluarga miskin tidak bertambah?

Lebih baik menunggu saja, siapa tahu kolaborasi dua orang petinggi negeri ini bisa nyambung. Barangkali, melalui syarat-syarat selanjutnya yang akan diumumkan Erick Thohir akan ada keselarasan visi dan misi mereka berdua.

Bisa jadi, syarat selanjutnya bagi penerima bantuan Rp600 ribu adalah bagi mereka yang berstatus keluarga miskin dan calon keluarga miskin. Demi pemulihan ekonomi dan manfaat nyata bagi masyarakat, semoga kolaborasi mereka mampu membuat biri-biri yang tersesat di negeri ini semakin mencintai Indonesia.

Wednesday, August 12, 2020

Pertarungan Milenial: Chintya "Tabung LPG" Chandranaya VS MMA

Sumber gambar: Akun YouTube Akang Daniel.
 

Saktinya seseorang membuat kacau dunia persilatan. Alasannya cukup sesederhana logika, bagaimana mungkin di era modern masih ada pendekar sakti mandraguna.


Siapa pendekar sakti itu? Dia adalah Chintya Chandranaya, biasa dipanggil mbak CC. Kesaktiannya menendang tabung LPG dengan tulang kering hingga membuat tabung berdentang keras tentu saja membuat kita ngilu. Selain itu mba CC juga bisa menghancurkan buah durian hanya dengan satu pukulan tangan, bahkan mba CC juga mengklaim pernah melawan sekitar 40 orang dalam suatu perkelahian jalanan, dan mbak CC juaranya.


Seperti film kungfu China, pendekar dari perguruan lain pun geram, ingin menjajal kesaktian mba CC beserta gurunya yg juga terlihat sangat sakti mandraguna.


Era milenial: Pertarungan virtual.


Platform digital YouTube memang menjanjikan semua kalangan untuk berkreatifitas tanpa banyak aturan dan peryaratan rumit. Mulai dari mahasiswa, ojol, hingga pengangguran juga mencari peluang di YouTube dengan membuat akun atau channel masing-masing, menyuguhkan konten kreatif dan apa pun yang mereka bisa lakukan agar orang lain terhibur dan mendapatkan informasi, tak terkecuali kalangan pendekar.


Berbagai macam tutorial bela diri disuguhkan menjadi konten oleh para pendekar, temasuk review jurus dan kemampuan olah gerak hingga unboxing senjata pendekar lain. Mbak CC adalah salah satu pendekar milenial yang cukup sukses di platform YouTube. Kemampuanya yang luar biasa sukses menarik perhatian penonton hingga kalangan pendekar lainnya, termasuk para petarung Mix Martial Arts (MMA).


Perselisihan Petarung vs Pendekar.

 
Para petarung MMA merasa geram terhadap mbak CC karena merasa tersinggung oleh video reaksinya yang dianggap merendahkan MMA. Mbak CC dalam videonya itu sebenarnya hanya me-review beberapa video seperti, kekalahan master Tai Chi melawan pertarung MMA dan kalahnya dua petarung MMA dalam perkelahian jalanan.


Perselisihan semakin panas karena masing-masing penggemar ingin agar idolanya beradu menentukan siapa yang unggul. Namun, idetitas bangsa yang sopan dan santun menambah opsi penyelesaian, yaitu ingin membuktikan secara langsung dengan mata-kepala-pundak-lutut-kaki kehebatan mbak CC.


Rupanya para petarung MMA yang geram terhadap mbak CC juga YouTuber, memiliki akun pribadi. Perselisihan ini ternyata juga merupakan pertarungan YouTuber, pertarungan berebut viewers demi kesejahteraan ekonomi. Termasuk akun media bernama SportOne yang turut bercebur di kolam perebutan viewers.


Perselisihan kedua belah pihak sudah sampai tahap menyambangi kota perguruan lawan. Gerombolan petarung MMA menyambangi Lampung untuk bersilaturahmi dengan mbak CC, namun upaya silaturahmi mereka hanya terjalin dengan tim kuasa hukum mbak CC.


Kekecewaan dan kekesalan nampak pada wajah dan gestur dari para petarung, serta nyinyiran mereka yang terhadang dengan hanya dapat bertemu tim kuasa hukum mbak CC.


Upaya mbak CC yang mengirimkan tim kuasa hukum untuk bersilaturahmi dengan gerombolan petarung MMA adalah upaya yang sangat tepat. Melihat pertemuan gerombolan petarung MMA dengan tim kuasa hukum mbak CC yang beredar di YouTube, tidak terlihat sebagai upaya silaturahmi, malah terlihat emosi dengan menyela pembicaraan dan celetukan-celetukan nyinyir demi konten.


Silat-urahmi yang tidak sesuai harapan gerombolan petarung MMA menjadi trigger baru konten-konten bermunculan. Membuat perselisihan ini semakin menarik untuk dibahas, temasuk saya melalui tulisan ini. Terbaru, seorang dari gerombolan petarung MMA dan media yang medukung mereka membuat konten yang berisi pengungkapan trik mbak CC yang mampu membuat pilar bangunan hancur dengan tendangan.


Dalam sebuah video, Mustadi Anetta yang merupkan mantan atlet sekaligus wasit MMA, melakukan investigasi tentang kebenaran teknik mbak CC menghancurkan pilar beton. Dalam investigasinya, Mustadi menyimpukan bahwa tendangan mbak CC yang menghancurkan pilar beton hanyalah trik dan rekayasa video. Menurutnya, yang membuat hancur beton adalah martil, bukan karena tendangan kaki kosong mbak CC!


Memang sulit rasanya ada tendangan yang mampu menghancurkan pilar beton bangunan walaupun hanya sekadar rompal. Pilar bangunan bertingkat setidaknya memiliki kualis mutu beton K250. Kualitas seperti itu mampu menahan kukuatan tekan 250 kg/cm persegi. Tapi membuat rompal beton K250 bukanlah hal yang mustahil. Dalam Guinness Book of Records, kekuatan kepalan tangan Mike Tyson berjumlah 800 kg!


Perselisihan terus berlanjut, sebagai netizen pecinta keributan. Tentu kita berharap pesilishan ini tidak diselesaikan dengan cara Bussiness to Bussiness. Jangan sampai ada promotor media bela diri yang memfasilitasi pertarungan mereka seperti pertandingan Floyd Mayweather melawan Conor McGregor, gak seru!

Thursday, August 6, 2020

Muhadjir Effendy: Keluarga Miskin Besanan, Lahir Keluarga Miskin Baru. Pernyataan Yang Menyakiti Guru-Guru Pra Sejahtera.

   
 Muhadjir Effendy kembali membuat heboh, beliau mengatakan bahwa sesama keluarga miskin besanan, lahir keluarga miskin baru.

    Bukan kali ini saja mantan Mendikbud itu membuat heboh. Sebelumnya, beliau juga pernah mengutarakan gagasan bagaimana jika TNI di perbatasan menjadi guru di sekolah perbatasan. Memang, masih banyak sekolah di perbatasan yang kekurangan guru, tapi tidak mesti memakai TNI untuk menjadi guru.

    Beliau juga mengatakan, sebelum TNI bertugas mengajar di sekolah, mereka akan diberikan pelatihan beberapa bulan bagaimana cara mengajar dan materi kependidikan lainnya. Terang saja, banyak guru-guru yang memberikan beragam reaksi.

    "Kalau gitu, boleh dong kita yang saat ini menjadi guru juga berdinas di TNI."
    "Kuliah sarjana pendidikan empat tahun buat jadi guru, TNI cuma beberapa bula, gila!"
    "Sudah S.Pd., saja susah menjadi guru, harus sebar lamaran kemana-mana, enak banget TNI."

    Bukan hanya protes dari guru-guru, kekhawatiran masuknya militer ke dalam ruang pendidikan juga datang dari para pegiat HAM. Masuknya TNI ke dalam instansi sipil, terutama ruang pendidikan adalah pelanggaran terhadap Undang Undang Pertahanan dan kembalinya Fungsi Kekaryaan atau Dwi Fungsi. Kekhawatiran juga muncul dari pengalaman historis kejadian-kejadian di lembaga pendidikan yang memakai kultur militer dalam membentuk karakter dan kedisiplinan.

    Ujaran Muhadjir tentang tumbuhnya keluarga miskin karena pernikahan sesama orang miskin tentu cukup meyentil perasaan masyarakat, termasuk kalangan pendidik yang masih jauh dari sejahtera. Banyak guru honorer yang hingga saat ini digaji di bawah Rp300 ribu per bulan.

    Nasib guru yang belum sejahtera inilah yang membuat masih banyak guru-guru memutuskan untuk menunda pernikahan. Banyak guru yang belum menikah bisa kita temukan di sekolah-sekolah, terutama mereka yang tidak berstatus sebagai PNS dan Guru Tetap Yayasan.



*Sumber gambar: Tribunnews.com

Pandemi: Kekebalan Guru Terhadap Gelombang Dirumahkan dan PHK.


                Pademi Covid-19 sangat berpengaruh terhadap ekonomi dan dunia kerja tentunya. Banyak buruh yang dirumahkan, bahkan di-PHK! Bagi profesi guru, dua skema status hubungan kerja tadi tidak dapat menerpa guru. Karena sesungguhnya profesi guru adalah profesi yang cukup rumit dipahami di Indonesia dalam hal hubungan kerja. Maka dari itu pula, pemerintah tidak pernah tahu berapa jumlah pasti guru di Indonesia.

                Sebenarnya ada berapa jenis sih, guru di Indonesia? Mungkin pertanyaan itu tidak menarik bagi sebagian besar orang, karena cukup jelas bahwa guru itu hanya ada dua; PNS dan Non-PNS. Eits, tunggu dulu, ada beberapa jenis guru, dan cukup rumit.

                Yang pertama adalah Guru PNS. Guru ini berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (iya tau!), digaji oleh negara dan memiliki karir kepangkataan, serta berbagai privilege. Untuk jenjang karir, banyak yang mengatakan bahwa tidak ada; Guru, kemudian menjadi Kepala Sekolah, lalu Pengawas Sekolah, diakhiri dengan pensiun.

                Jenis kedua adalah Non-PNS, jenis ini cukup rumit, karena kenyataannya ada banyak lagi jenis turunan dari Guru Non-PNS. Mari kita coba uraikan;

1.       Guru Honorer Daerah/Kabupaten/Kota. Mereka digaji menggunakan APBD dan terdata oleh pemerintah.

2.       Guru Tetap Yayasan. Mereka adalah guru di sekolah swasta dan berstatus karyawan tetap. Gaji mereka berasal dari yayasan yang menaungi sekolah tempat mereka bekerja. Mereka juga terdata oleh pemerintah.

3.       Guru Honorer Sekolah. Sebenarnya guru jenis ini ilegal di sekolah negeri, dan memang hanya ada di sekolah negeri. Ilegal karena pemerintah melarang sekolah merekrut guru. Pihak yang diperbolehkan merekrut hanyalah pemerintah, bukan pihak sekolah! Jelas, guru jenis ini tidak terdata oleh perintah. Gaji mereka berasal dari dana operasional sekolah dan sumbangan pihak lain seperti orang tua siswa.

4.       Guru Tidak Tetap Yayasan. Guru jenis ini tidak berstatus karyawan tetap dan umumnya tidak terikat kontrak, kalau pun ada, sungguh sangat fleksibel.

5.       Guru Relawan. Istilah ini saya buat sendiri untuk memposisikan guru-guru yang mengajar karena suatu program kemanusiaan yang umumnya dibuat oleh pemerintah, LSM, atau mereka yang sukarela menjadi guru tanpa ada uang sepeser pun yang diterima.

Jadi jika kita jumlahkan semua jenis guru, setidaknya ada enam jenis berdasarkan kenyataan dilapangan/sekolah.

Pandemi Covid-19 turut bedampak bagi para guru sebagai profesi pekerjaan. Miris bagi Guru Honorer Sekolah dan Guru Tidak Tetap Yayasan, mereka tidak mengenal istilah dirumahkan atau pun diberhentikan. Karena sangat jamak kontrak mereka dengan pihak sekolah yang menyepakati bahwa gaji mereka dihitung sesuai banyaknya jam mengajar.

Kebijakan meliburkan sekolah artinya tidak ada jam mengajar bagi dua jenis guru tadi, sudah tentu tidak ada gaji bagi mereka. Memang, ada pula kontrak yang menyatakan bahwa guru yang jam mengajarnya diliburkan akibat kebijakan sekolah maka akan mendapat 50% gaji dari akibat kebijakan sekolah tadi.

Saya ambil contoh seorang kawan yang mengajar di Sekolah A. Kontrak pejanjiannya dengan sekolah adalah Rp.5.000,00 per jam mengajar. Jika sekolah diliburkan, maka dia mendapat hanya Rp.2.500,00 per jam mengajar yang diliburkan.

Contoh berikutnya, seorang kawan mengajar di Sekolah B. Perjanjian dengan pihak sekolah adalah Rp.8.000 per jam mengajar. Jika sekolah diliburkan atas sebab apa pun, maka tidak ada fulus.

Menghitung pendapatan kedua jenis guru tadi tidaklah serumit menjawab bagaimana mereka bisa bertahan hidup. Hitung saja rupiah yang mereka per jam mengajar dengan mengkalikan jumlah jam mengajar dalam sebulan. Sebagai catatan, setiap mata pelajaran memiliki jumlah jam pelajaran yang berbeda, namun umumnya satu mata pelajaran memiliki jumlah jam pelajaran sebanyak 2 jam dalam sekali pertemuan per kelas, dan dalam seminggu terdapat dua kali pertemuan.

Jika kita sekarang menghitungnya, tentu kita dapat mengerti kenapa lebih banyak guru perempuan ketimbang laki-laki. Karena suaminya tidak bekerja sebagai guru!

“Belajar di Rumah, itu bukan berarti libur sekolah!” begitu kira-kira yang disampaikan pemerintah. Tentu kita tidak seperti Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yang dengan lugu tekaget-kaget karena baru menyadari bahwa masih ada wilayah di Indonesia yang belum memiliki akses terhadap listrik, apalagi intenet! Saya curiga, Nadiem Makariem bisa pura-pura pingsan, jika tahu bahwa ada operator sekolah yang meja kerjanya tepat berada di kandang babi, seperti yang pernah saya alami di pulau Timor, NTT.

So, sudah pasti tidak semua sekolah bisa menjalankan program Belajar di Rumah. Bagi boarding school seperti pesantren modern, tak perlu repot, cukup jalankan saja diniyah, dan pelatihan penerapan protokol pandemi bagi santri piket.  Semoga guru fisika mereka juga bisa mengajarkan fiqih.

Saya sendiri bekerja sebagai guru di sekolah swasta dengan skema gaji Rp.7.500,00 per jam mengajar. Tentunya dengan kesepakatan, tak ada jam mengajar = tak ada fulus. Tapi saya masih mampu bertahan, karena masih tinggal dengan orang tua. Saya juga mencoba peruntungan menulis artikel di Mojok, dan seorang kawan saat ini getol menyarankan saya untuk berpartisipasi pada judi online, “Investasi togel aja, modal seribu dapat tiga juta!”


* Tulisan ini pernah ditolak oleh mojok.co dan detik.com